Tausiah Online
- ..
Tema: SEDEKAH
Oleh: Ustadzah. Diah Agustiningrum
Moderator: Dianra Ilyas. Sda Jum’ah, 25 Agustus 2017
Pukul: 20.00 wib – Selesai
Shadaqah termasuk jenis infak yang dianjurkan secara syari’at, Ia
merupakan perbuatan baik kepada hamba2 Allah apabila tiba waktunya.
Seseorang diberi ganjaran pahala karenanya, dan setiap orang akan berada
di naungan sedekahnya pada hari kiamat. Dalam hadits qudsi dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ أَنْفِقْ أُنْفِقْ
عَلَيْكَ “Allah Tabaraka wa Ta’ala: *Wahai anak Adam, berinfaklah, Allah
akan mengganti infakmu*.” (HR. Bukhari no. 4684 dan Muslim no. 993)
*Ancaman bagi yang enggan bersedekah*
Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda padaku, لاَ تُوكِي فَيُوكى عَلَيْكِ “Janganlah engkau menyimpan
harta (tanpa mensedekahkannya).
*Jika tidak, maka Allah akan menahan rizki untukmu.*”
Dalam riwayat lain disebutkan,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ
عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ “Infaqkanlah hartamu.
Janganlah engkau menghitung hitungnya (menyimpan tanpa mau
mensedekahkan).
*Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut.
Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah
akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu*.”
Hadits ini dibawakan oleh Yahya bin Syarf An Nawawi dalam Riyadhus
Shalihin pada Bab “Kemuliaan, berderma dan berinfaq”, hadits no. 559
(60/16).
Dari hadits di atas kita dilarang untuk enggan bersedekah karena
takut harta berkurang. Kekhawatiran semacam ini adalah sebab hilangnya
barokah dari harta tersebut. Karena *Allah berjanji akan memberi balasan
bagi orang yang berinfaq tanpa batasan.* *Sedekah tidaklah mengurangi
harta.*
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ “Sedekah tidaklah mengurangi harta.”
Makna hadits di atas, walaupun secara bentuk harta tersebut
berkurang, namun kekurangan tadi akan ditutup dengan pahala di sisi
Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan yang amat banyak. Kalau
dilihat dari sisi jumlah, harta tersebut mungkin saja berkurang. *Namun
kalau kita lihat dari hakekat dan keberkahannya justru malah bertambah.*
Allah Ta’ala berfirman, وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ
يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ “Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, *maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang
sebaik-baiknya*.” (QS. Saba’: 39) Allah akan mengganti bagi kalian
sedekah tersebut segera di dunia.
Allah pun akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat. Allah
Ta’ala berfirman, مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ
سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah *adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui*.” (QS. Al Baqarah:
261)
*Waktu yg paling utama untuk bersedekah*
Saat
masa krisis, bencana dan kebutuhan hidup melilit Allah Ta’ala
berfirman, فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا
الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي
مَسْغَبَةٍ (14) “Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi
sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu)
melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari
kelaparan.” (QS. Al-Balad: 11-14). Memberi makan pada hari “dzi
masghobah“, maksudnya adalah pada masa kelaparan, ketika makanan menjadi
langka, krisis air, dll
Saat peristiwa yang menakutkan seperti saat terjadi gerhana matahari atau saat peperangan.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ
يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ
ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda tanda
kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang
atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah
kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR.
Bukhari no. 1044 dan Muslim no. 901)
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ
هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ
اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ
يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih
dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari hari
ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya:
“Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat
jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.“
(HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan
Ahmad no. 1968, dari Ibnu ‘Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih).
*Sedekah termasuk amalan yang baik yang dilakukan di awal Dzulhijjah. Dan pahalanya akan berlipat dibanding hari yang lain.*
Bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, كَانَ النَّبِىُّ –
صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ
مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ
جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ
حَتَّى يَنْسَلِخَ ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم –
الْقُرْآنَ ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ
أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan.
Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan
yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis
salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk
membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang
menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam
kebaikan dari angin yang berhembus.” (HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim
no. 2308).
Guru guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan,
“Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena
bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang
sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih
(berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di
bulan lainnya.”
Hari
Jumat Secara umum, amalan apa pun sangat baik dilakukan di hari Jumat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ
فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا
وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ “Hari yang baik
saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at. Hari tersebut adalah hari
diciptakannya Adam, hari ketika Adam dimasukkan ke dalam surga dan hari
ketika Adam dikeluarkan dari surga. Hari kiamat tidaklah terjadi kecuali
pada hari Jum’at.” (HR. Muslim no. 2912)
*Alhamdulillah* beberapa faedah sangat berharga telah kita gali dari
hadits2 mengenai sedekah di atas. Semoga hal ini semakin mendorong kita
untuk mengeluarkan zakat yang nilainya wajib dan sedekah2 lainnya.
Semoga Allah selalu memberkahi harta tersebut. Namun ingatlah,
tetapkanlah niatkan sedekah dan zakat ikhlas karena Allah dan jangan
cuma mengharap keuntungan dunia semata. Semoga penjelasan ini dapat
menjadi ilmu bermanfaat bagi kita sekalian. Segala puji bagi Allah yang
dengan nikmat Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Wassalamu’alaikum
warrahmatullah wabarokatuh
SESI TANYA JAWAB
Pertanyaan pertama ustazah
T: Bagaimana melawan hati yang gundah bila ingin sedekah, terkadang
hati diselimuti rasa was-was atau takut harta kita berkurang, apalagi
kalau kita juga sedang butuh uang itu? Silakan dijawab ustazah
Jawab:
Terdapat ancaman bagi orang yg enggan bersedekah sebagaimana telah
dijelaskan dalam hadits diatas *janganlah engkau menyimpan harta mu
tanpa men sedekah kan nya jika tidak maka Allah akan menahan Rizky
untukmu. Allah telah memberikan janji kepada orang yang ikhlas men
sedekah kan sebagian hartanya, jika kita enggan / was2 atau takut, maka
itu artinya kita telah *bersu’udzon kepada Allah, dan tidak mempercayai
akan janji2 Nya* Hadit2 keutamaan bersedekah dan ancaman2 bagi yang
enggan bersedekah telah dijelaskan diatas
Pertanyaan ke II ustazah
T : Sekarang ana tau tentang pahala sedekah, terus bagaimana dengan
orang yang meminta-minta sudah seperti pekerjaan bagi mereka? Bagaimana
ana harus bersedekah, tapi ana tidak kenal orangnya hanya lewat media
saja, apakah ana harus tetap mengeluarkan sedekah karena melihat
kondisinya yang mau disedekahkan itu sangat membutuhkan uluran tangan
kita, bagaimana menurut ustadzah? Silakan dijawab ustazah
Jawab :
Memberikan sedekah kepada orang meminta minta hukumnya boleh meskipun
kita tidak tahu apakah ia berbohong atau tidak, karena andai pun
berbohong itu adalah urusannya, sedangkan pahalanya teruntuk kita, yang
lebih penting dari ini *kita tidak boleh bersu’udzon* karena hati
seseorang tidak ada yang tahu kecuali Allah Ta’ala. Ingatlah kita hanya
punya tugas menghukumi seseorang sesuai lahiriyah yang kita lihat,
karena tak bisa menerawang isi hatinya. Pelajaran ini bisa kita ambil
dari kisah Usamah bin Zaid berikut ini. Usamah bin Zaid radhiyallahu
‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami
ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kami serang mereka secara
tiba-tiba pada pagi hari di tempat air mereka. Saya dan seseorang dari
kaum Anshar bertemu dengan seorang lelakui dari golongan mereka. Setelah
kami dekat dengannya, ia lalu mengucapkan laa ilaha illallah. Orang
dari sahabat Anshar menahan diri dari membunuhnya, sedangkan aku
menusuknya dengan tombakku hingga membuatnya terbunuh. Sesampainya di
Madinah, peristiwa itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian beliau bertanya padaku, « يَا أُسَامَةُ أَقَتَلْتَهُ بَعْدَ
مَا قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ » قُلْتُ كَانَ مُتَعَوِّذًا . فَمَا
زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى لَمْ أَكُنْ أَسْلَمْتُ
قَبْلَ ذَلِكَ الْيَوْمِ “Hai Usamah, apakah kamu membunuhnya setelah ia
mengucapkan laa ilaha illallah?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah,
sebenarnya orang itu hanya ingin mencari perlindungan diri saja,
sedangkan hatinya tidak meyakini hal itu.” Beliau bersabda lagi, “Apakah
engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan laa ilaha illallah?” Ucapan
itu terus menerus diulang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga
saya mengharapkan bahwa saya belum masuk Islam sebelum hari itu.” (HR.
Bukhari no. 4269 dan Muslim no. 96)
Dalam riwayat Muslim disebutkan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, أَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنَ السِّلاَحِ.
قَالَ أَفَلاَ شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لاَ
فَمَازَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَىَّ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنِّى أَسْلَمْتُ
يَوْمَئِذٍ “Bukankah ia telah mengucapkan laa ilaha illallah, mengapa
engkau membunuhnya?” Saya menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengucapkan
itu semata-mata karena takut dari senjata.” Beliau bersabda, “Mengapa
engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah
ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?” Beliau
mengulang-ngulang ucapan tersebut hingga aku berharap seandainya aku
masuk Islam hari itu saja.” Ketika menyebutkan hadits di atas, Imam
Nawawi menjelaskan bahwa maksud dari kalimat “Mengapa engkau tidak belah
saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkannya
karena takut saja atau tidak?” adalah kita hanya dibebani dengan
menyikapi seseorang dari lahiriyahnya dn sesuatu yg keluar dr lisan nya,
sedangkan hati itu bukan urusan kita. Kita tidak punya kemampuan
menilai isi hati. Cukup nilailah seseorang dari lisannya saja (lahiriyah
saja). Syarh Shahih Muslim, 2: 90-91.
Semoga bermanfaat… Amalkan walau hanya satu ayat…
Fanspage Channel Youtube Instagram Line Twitter